"Setiap manusia punya cerita. Di balik tawa ada kegetiran. Di balik ratapan terselip harapan.
Hidup itu jalinan cerita. Manis di awal belum tentu bahagia. Pahit pun bukan kartu mati.
Kisah hidupku terus berlanjut. Entah sampai kapan."

Saturday 26 November 2022

1 Week 1 Post, Lanjut atau Selesai?

Berkomitmen menulis satu artikel per minggu selama dua bulan berturut-turut mungkin mudah buat sebagian blogger tetapi tidak buatku. Adanya kewajiban-kewajiban lain yang menyita waktu dan energi membuat tingkat prioritas penulisan artikel kadang tergelincir ke urutan bawah.

Walaupun begitu, yang membuat gerakan 1 Week 1 Post ini menyenangkan adalah adanya teman-teman blogger lain yang memiliki perjuangan yang kurang lebih mirip denganku. Punya kegiatan-kegiatan lain yang menyita waktu dan tenaga, namun tetap memiliki kemauan untuk menulis (lagi) secara teratur.

Selain soal ketersediaan waktu untuk menulis, kesulitan lain yang kualami adalah masalah topik. Topik tulisan per minggu ditentukan dan diberikan kepada para peserta di awal minggu. Masalahnya, distribusi kesibukanku tidak sama setiap minggunya. Kadang dalam seminggu bisa padat sekali, kadang bisa agak lowong. Nah, karena topiknya ditentukan, kadang aku kesulitan menulisnya jika kegiatanku pas padat dan topik yang diberikan tidak aku kuasai. Dalam kondisi terjepit seperti itu, akan sangat membantu jika peserta diberi satu kali kesempatan untuk drop topik dan diperbolehkan menulis dengan topik bebas. Hanya untuk sekali saja. Atau bisa juga, topik untuk dua minggu ke depan diberikan sekaligus agar tulisan bisa dicicil di minggu yang lowong kegiatan.

Anyway, artikel yang kutulis ini menandai  ditutupnya 1 Week 1 Post periode Oktober-November 2022. Harus diakui aku lega sekali. Apakah aku ingin lanjut ... atau berhenti saja? Aku pribadi merasa cukup kewalahan menjalankan konsekuensi keputusanku untuk mengikuti 1 Week 1 Post ini. Penulisan artikel jadi tidak maksimal, bahkan penyertaan gambar beberapa kali terpaksa absen. So, for the time being aku pause dulu untuk periode 1 Week 1 Post selanjutnya.

Kalau ada gerakan 2 Weeks 1 Post, aku masih bisa dan bersedia mengumpulkan tekad untuk ikut ... tapi 1 Week 1 Post, untuk saat ini, buatku rasanya terlalu memaksakan diri.

Jadi, sayonara 1 Week 1 Post periode Oktober-November 2022! Semoga tahun depan ada kegiatan yang serupa walaupun tak persis sama.

Bad Mood? Jangan Biarkan Berlarut-larut

Siapa sih yang gak pernah merasakan bad mood? Dengan latar belakang dan alasan yang berbeda-beda, setiap orang pasti pernah mengalaminya. Ada yang jarang-jarang, ada yang lumayan sering, bahkan ada yang suasana hatinya sangat didominasi oleh yang namanya bad mood.

Sebenarnya wajar gak sih, kalau kita mengalami bad mood? Yaaah, namanya juga manusia, pasti ada ups and downs-nya. Gak mungkin juga kita senang melulu. Tapi kalau sampai kita rasanya bete melulu, itu juga pertanda ada something wrong.

Aku sendiri mengamati bahwa seiring dengan bergesernya usia dan bertambahnya pemahaman diri, bad mood tidak sekerap dulu mengusikku. Di masa sekarang ini, bad mood masih menyambangiku dalam kondisi-kondisi tertentu. Misalnya, kalau tubuh lagi capek banget atau pikiran lagi berkecamuk, bisa juga jika ada masalah dengan orang atau ada masalah yang muncul mendadak, atau bisa juga kalau lagi waktunya PMS (premenstrual syndrome).

Responku terhadap kondisi bad mood yang kualami juga berbeda antara dulu dan sekarang. Dulu aku benar-benar ogah ngapa-ngapain kalau lagi bete. Diam saja di kamar, tenggelam dalam pikiran dan duniaku sendiri. Meskipun penting bagi kita yang lagi bad mood untuk mengambil waktu buat diri sendiri, tetapi membiarkan diri berlama-lama dalam kondisi itu bisa memupuk kecenderungan over-thinking. Jika itu diterus-teruskan, ada potensi untuk mengarah kepada depresi. Itulah alasannya mengapa kondisi bad mood jangan dibiarkan berlarut-larut. 

Sekarang aku memilih untuk menyikapi bad mood dengan proporsi yang wajar. Menerima tanpa menyangkali jika aku memang sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Mengambil waktu untuk menenangkan diri dan  selanjutnya menimbang akan melakukan tindakan apa. Aku belajar dari pengalaman bahwa menyerahkan kendali hidup pada kondisi bad mood terbukti sangat merusak diri sendiri dan kontraproduktif.

Ada beberapa pilihan kegiatan yang biasa kulakukan di saat menenangkan diri sebelum memutuskan langkah selanjutnya untuk bangkit dari tekanan bad mood. Kadang aku:

1. Menenangkan diri dengan membaca, menulis, menonton, atau tidur.

2. Menyantap makanan yang kusukai (makanya aku gak pernah kurus 🤭).

3. Keluar mencari angin segar. Bisa dengan jalan kaki, naik becak atau naik kendaraan.

4. Shopping (jangan sampai menyeruduk batas budget ☺️) atau sekedar window-shopping.

5. Keluar kota mencari suasana baru. Ini jarang sih, soalnya gak sewaktu-waktu bisa dilakukan ya kaaan?

Yang penting setelah mulai merasa tenang, aku fokus untuk bangkit dari kondisi bad mood dan kembali produktif. Waktu sangat cepat berlalu. Banyak hal positif yang bisa dilakukan jika hati dan pikiran jernih. Itulah yang kuupayakan.


Saturday 19 November 2022

Preventif, bukan Kuratif

Jaman sekarang, seiring makin canggihnya teknologi komunikasi dan internet, proses jual-beli pun ikut menjadi tambah mudah. Butuh ini-itu tinggal ambil handphone atau laptop lalu langsung bisa bertransaksi. Asal saldo tabungan aman, apa sih yang gak bisa dibeli? Dari makanan, pakaian, barang elektronik, obat-obatan ... sampai-sampai pesan video yang menabrak norma susila pun bisa. Serius, cukup berbekal koneksi dan nomor whatsapp.

Itulah yang terjadi pada kasus video kebaya merah yang belum lama ini sempat memuncaki trending topik Twitter. Berbekal nomor whatsapp si pemeran pria, seorang klien memesan video custom dengan role play si pemeran wanita berakting sebagai staff hotel dengan busana kebaya berwarna merah.

Sebenarnya perkara video asusila sudah ada sejak jaman dulu, jauh sebelum era internet dan teknologi komunikasi semaju sekarang. Hanya saja, semakin ke sini akses ke arah situ semakin gampang saja. Dan parahnya lagi, batasan usia konsumennya semakin sulit dikendalikan.

Dalam kondisi seperti ini, orang tua yang biasa mengambil peran sebagai intelijen yang senantiasa memata-matai anaknya sudah sulit diterapkan lagi. Demikian juga orang tua yang terbiasa menjadi polisi yang siap menyemprit jika anaknya melanggar peraturan, semakin sulit diterapkan lagi.

Yang bisa diupayakan oleh orang tua –bekerjasama dengan para pendidik di sekolah dan para pembina rohani masing-masing– adalah mengambil tindakan preventif alih-alih kuratif. Lebih baik mencegah daripada memerbaiki setelah terlanjur tercederai. Salah satunya adalah dengan memberi informasi yang edukatif terkait pendidikan seksual. Lebih baik anak mendapatkan informasi dari sumber yang terpercaya daripada mendapat pengaruh buruk dari sumber yang menyesatkan.

Anak tidak bisa selalu berada dalam pengawasan orang tua atau para pendidik di sekolah, karena itu ia perlu dibekali informasi dan pendidikan seksual yang memadai agar tidak mencari tahu dari lewat sumber yang tidak selalu bisa dipertanggungjawabkan.

Friday 18 November 2022

The Bodyguard, 1992 Film

Projek 1 Week 1 Post yang kuikuti sejak bulan Oktober 2022 lalu cukup sering memilih bahasan tentang hal-hal favorit. Kali ini, belum beranjak dari seputar hal-hal favorit, topik yang dipilih adalah film favorit.

Film yang bagus pasti banyak; film yang gak bagus juga gak kalah banyak. Di antara semua itu, ada tiga judul film yang memberi kesan mendalam bagiku, yaitu Ghost (1990), Pretty Woman (1992) dan The Bodyguard (1992). Jadul semua, ya? Betul banget. Disamping itu, sudut pandang pemilihanku bukan berdasarkan kualitas film ataupun kemampuan akting para aktris-aktornya, tetapi lebih pada nilai kenangan yang melekat pada film itu sendiri.

Jadiii, ceritanya waktu itu aku baru pacaran dengan lelaki yang, menurutku, paling bisa kupercaya untuk menjadi pasangan hidupku. Dia tuh bukan tipe orang yang suka pergi ke bioskop. So, bisa dihitung dengan jari berapa kali kami nonton bersama selama pacaran.

Nah, tiga diantara beberapa judul film yang kutonton bersamanya di masa itu adalah Ghost, Pretty Woman dan The Bodyguard. Bagi yang pernah menonton, pasti tahu bahwa ketiga film itu kental banget nuansa romance-nya. Khusus Pretty Woman, itu masuk dalam genre romance comedy.

Sebenarnya sulit bagiku untuk memutuskan mana yang paling berkesan di antara ketiganya, namun akhirnya aku menjatuhkan pilihan pada The Bodyguard. Meskipun banyak kritikus film yang mengecamnya sebagai film yang buruk, berikut akting Whitney Houston dan Kevin Costner yang dinilai sangat di bawah standar, tetap saja film itu menancapkan kesan yang paling dalam di benakku.

Alasan pertama benar-benar personal. Peran Kevin Costner sebagai seorang bodyguard yang bertugas melindungi Whitney Houston terasa sangat menjawab kebutuhan emosionalku akan sosok seorang pengayom. Ditambah alasan kedua, soundtract album film The Bodyguard benar-benar gak ada tandingannya. Seluruh lagunya kuhafal dan kusuka. Gak heranlah, lha wong sampai saat ini album itu masih memegang rekor soundtrack album terlaris sepanjang masa!

Jadi, ya begitulah. Meskipun setelah itu aku –dengan teman-teman ataupun sendirian– menonton baaanyak film lain ... sampai saat ini The Bodyguard masih belum tergantikan tempatnya sebagai film favoritku.

Monday 30 May 2016

Hari Lansia Nasional yang Bertabur Semangat

Menyaksikan semangat para orang tua yang telah memasuki usia lanjut sungguh membahagiakan. Hari Minggu kemarin aku menemani ibu-ibu Lansia memeringati Hari Lansia Nasional di Panti Werda Pengayoman, jalan Singosari Semarang.
Acara yang dimulai dari jam sembilan pagi dan diakhiri pada jam satu siang itu mencakup lomba memasak, cerdas tangkas dan peragaan busana yang diikuti oleh sebelas kelompok lansia.