"Setiap manusia punya cerita. Di balik tawa ada kegetiran. Di balik ratapan terselip harapan.
Hidup itu jalinan cerita. Manis di awal belum tentu bahagia. Pahit pun bukan kartu mati.
Kisah hidupku terus berlanjut. Entah sampai kapan."

Friday 29 May 2009

RUMAH (yang belum sempat bikin) PINTAR

Rumah kosong di ujung gang itu tampak merana. Tengok saja pagarnya, entah apa warna aslinya, yang jelas karat-karat yang bermunculan membentuk pola polkadot yang tak karuan. Kait pagarnya sudah lama tak berfungsi, siapa saja bisa membukanya hanya dengan sedikit mendorongnya.

Bila sore tiba, ada saja anak-anak kecil yang menguakkan pintu pagar itu sekedar untuk mengejar-ngejar seekor kucing atau sebuah layangan putus.

Friday 22 May 2009

Tahukah kau, betapa aku mencintaimu

"Baiknya bagaimana ... sepertinya kamu dan anak-anak tidak bisa ikut ke sana."

Deg! Kedua kupingku berdiri tegak.

"Beasiswa itu tidak cukup untuk menghidupi kita sekeluarga. Mungkin sebaiknya aku tidak usah pergi saja ...."

Seperti ada palu yang dihantamkan ke kepalaku. Satu per-satu gelembung asa terbanting pecah.

Reptil itu melotot di atas rokku

"Ooi, sini! Lempar ke Ratna!" "Aaaww! Nggilani aaah!" "Sini, sini! Ke Lilianti!" "Hehh! Ojo thooo! Whaaa!!"

Kecut hatiku melihat satu persatu cewek diplonco menggunakan cicak bule gendut yang dipingpong ke sana kemari. Tampak cowok-cowok terpingkal-pingkal menyoraki para cewek yang ribut mengibas-ngibas rok mereka. Blaik! Ga mungkin menghindar, pintu kelas sudah dijaga sama bodiguard. Belum sempat mikir lama-lama, tau-tau ... plukk! Whaaa ... cicak itu sudah mendarat tepat di pangkuanku!Merinding sekujur tubuhku melihat reptil gemuk yang melotot di atas rokku. Aku terdiam kaku. Sementara jantungku terus empot-empotan. Saking bingung mau berbuat apa, antara sadar ga sadar tau-tau tanganku sudah bergerak ke arah binatang gemuk itu .... Hiiiyyy! Begitu tersentuh bagian perutnya yang dingin dan giyal-giyul ... hampir saja kulempar lagi makhluk itu!

Aku Mau Mati Saja

Silet di tangan kananku sudah menyentuh urat nadi berwarna kebiruan yang tampak menonjol menghiasi pergelangan tanganku yang putih pucat. Jantungku berdegup kencang terombang-ambing di antara dua pilihan. Sayat ... jangan, sayat ... jangan, sayat ... jangan, sayat!!!

Dan titik-titik darah bermunculan dari torehan yang kusayat secepat kilat.

Sayap-sayap mungil untukku

Minggu pagi ....

“Opa datang!”

Seruan itu bak lonceng merdu di telingaku. Wajah tirus berhias senyum, tubuh kurus terbalut setelan rapi .... Di mataku, inilah cowok paling guannteng seantero dunia!
Aku menyongsongnya sambil bersiap-siap berlabuh di pangkuan lelaki berkacamata itu. Siap berpetualang mengarungi kisah-kisah yang dibacakannya dari majalah anak-anak yang tak pernah absen dibawakannya. Lelaki inilah mentari masa kecilku. Segala yang kukecap terasa manis bila bersamanya.

A poem of love

LOVE

love is as red as blood
born from the deep wound in my heart

once rejected, I learn to accept
once neglected, I learn to care

love is anything but me
for love is everything about you



Ini tulisan bertahun-tahun yang lalu, saat aku masih bergabung di E**I G******a. Waktu itu aku menugaskan siswa-siswa(dewasa) untuk membuat puisi, biar solider aku sendiri bikin juga. Di luar dugaan, banyak kisah menarik muncul lewat tulisan mereka yang kupajang di papan kreasi. Aku sendiri mendapat kesempatan curhat juga lewat puisiku.