Tumpukan baju dengan cepat berpindah dari lemari ke koper si bibi. Celana dan kutang yang tersembunyi di sudut yang paling dalam pun tak terlewatkan. Bedak, lipstik dan parfum murah yang nyaris utuh masih terserak di dipan, tepat di sisi lemari butut.
"Bibi bakal balik lagi kan?" desak si gadis kecil entah untuk keberapa kalinya.
Tangan si bibi dengan cekatan memberesi peralatan dandannya tanpa berusaha menjawab keingintahuan si gadis kecil.
"Balik lagi kan???"
Kali ini perempuan itu mengangkat muka. Kedua bola mata hitamnya membentur sepasang mata coklat milik si gadis kecil. Sorotnya menembus jauh ke relung hati masing-masing. Dada si gadis kecil berdesir tajam. Ia tahu jawabnya.
"Bibi balik lagi yaaa?" rengeknya tak sudi menyerah. Baginya perempuan berkulit kusam itu bukan sekedar pengasuh. Ia teman bermain, teman bercerita, sasaran amarah ... semuanya.
"Epi tidur gih."
"Nggak ah, belum ngantuk."
"Kalo nggak nurut, entar bibi nggak mau balik lagi."
"Iya deh, tapi janji ya, bibi balik ke sini lagi." Malam pun berlalu. Menyisakan tanya.
Esoknya. Ke pasar. Roti kasur yang dibeli si bibi buat oleh-oleh keluarganya di kampung sangat menggoda. Berkali-kali si gadis kecil merengek minta dicuilkan. Berkali-kali pula si bibi mengabulkan permintaannya disertai rentetan omelan. Si bibi beli baju baru juga. Tak ada yang istimewa selain mata si penjual yang nyaris copot melihat buntalan uang yang dikeluarkan si bibi dari balik kutangnya.
Waktu berlalu. Bus menunggu. Asap knalpot begitu mengganggu. Ibu membantu si bibi menaikkan koper dan kardus-kardus tentengannya. Si bibi mencoba tersenyum dari balik kaca jendela. Melambai. Ibu balas melambai. Si gadis kecil merasa lengannya lumpuh. Mati rasa.
Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan.
Si gadis kecil mematung di depan lemari butut yang menganga tanpa ganjal kertasnya. Deretan papan yang kosong tampak melompong ditinggalkan isinya. Si gadis kecil menyapukan jari-jemari mungilnya lambat-lambat di sepanjang lapisan koran tua yang lapuk tergerus waktu. Dan kenangan demi kenangan yang bermunculan perlahan mengabur seiring tetes-tetes air yang berjatuhan di ujung gaun mungilnya.
...
ahhh...perpisahan selalu menyisakan kesedihan... aku suka dengan cerita2 masa kecilnya mbak...
ReplyDeletegambarnya menarik...
ReplyDeletemakasih kunjungannya...
kenangan masa lalu yg sulit utk dilupakan ya mbak..?
ReplyDeletewah mbak, ceritanya bikin sedih sih, tapi bagus banget..
ReplyDeleteterima kasih kunjungannya ke blog saya, tulisannya oke-oke, jadi saya follow ya, (ditunggu follow back nya lho, hehe) :p
salam
Terharu membacanya...
ReplyDeleteMba Eha,lanjutannya jgn lama2 ya postnya, biar ga keburu lupa, urutan edisi 1, 2 dan seteruznya....
Saya bisa merasakan kesedihan si gadis kecil...
ReplyDeleteBagus sekali ceritanya :)
http://www.1sthappyfamily.com
Trus akhirnya bibi kembali ndak mba? hikss ikut merasakan kehilangannya epi.
ReplyDeletembak eha... aku berkunjung lagi...
ReplyDeletehuaaah.. kerasaaa... :(
ReplyDeletetx semua komen yg masuk ^.^
ReplyDeletemr TM: tersanjung atas antusiasmenya. Selama ini urutannya acak2an, ha ha .. tergantung ingatannya lg mengarah ke mana .... Proses nulisnya juga ndak teratur .. tergantung mood n kesempatan. Tapi kalo ada yg nunggu2 tentu lebih semangat
nita: sayangnya si bibi nda pernah balik lagi ...
kisah perpisahan yang menyisakan waktu yang panjang untuk dilewati setelahnya yah?
ReplyDeleteSemangat menulismu hebat... menggunakan banyak kiasan dan berani memakainya sekaligus... beautiful spirit anyway... ^^
semangat! teruskan karya hebatmu nanti yah ^^
salam
belum update...
ReplyDeletedi tunggu yah postingnya...
http://f4dlyfri3nds.blogspot.com
Memangnya kenapa koq pengasuh si gadis kecil ngga balik lagi?
ReplyDeleteSiapakah si gadis kecil itu?
ReplyDeletehmmm, penasaran
gadis kecil yang malang...
ReplyDeletehiks...
sedih nih...
tx buat komen2 terbaru ^.^
ReplyDeleteFadly, iya nih bentar lagi mau update, udah kelamaan ya
Selvia, si bibi gak balik lagi krn dia pulang kampung u menikah
manis :D
ReplyDelete